Postingan

CEPSI ( Cerita Pendek Puisi )

Gambar
“ Hei, kamu siapa? “, tanyaku. Orang itu tiba-tiba menghampiriku saat aku memejamkan mata. “ Kenapa kamu diam saja? Apakah kau kemari karena ingin bertemu denganku?, tanyaku. Orang itu mengangguk. “ Apakah kau kenalanku? Aku mungkin secara tak sengaja melupakanmu atau mungkin ini pertama kalinya kita bertemu, tetapi mengapa rasanya begitu dekat “. Orang itu diam saja. Aneh. Entah dari mana datangnya keberanian dan rasa percaya itu. Hatiku menyuruhku untuk mengungkap rahasia kecil yang kusimpan dengan rapat di loker hati dan ingatanku. Aku memintanya mendekat, namun ia tetap berdiri beberapa meter dihadapanku. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, hanya cahaya putih yang terasa begitu hangat. 

Puisi - curahan hati

Gambar
Sampai kapan aku harus marah pada takdir? Sampai mana aku terus menyalahkan takdir akan jalan hidupku? Begitu menyakitkan untuk tahu takdir menertawaiku Ingin kuteriakkan kekesalanku padanya. Tapi apalah daya, Perjalananku tidak berhenti walau untuk sesasat. Memberiku waktu berfikir untuk menerima Aku berusaha berdamai dengan diriku dulu Kemudian aku akan berbicara pada takdir

Memoar Braile - Chapter 6

Gambar
CHAPTER 6 KENYATAAN PAHIT             Keesokan harinya, Aini bangun. Dan melihat tidak ada siapapun dikamar itu. Kemudian Aini bangun, ia ingin pergi ke toilet, ketika ia berdiri, suster datang untuk memeriksa Aini. Akhirnya suster itu yang membantu Aini, dengan sabar ia membopong Aini yang masih lemah ke toilet hingga berbaring lagi di kasur. Aini melilhat jam, sudah jam 10 , dan mama, papa, ataupun Fadhil belum ada yang mengunjunginya. Tak beberapa lama, dokter masuk sambil membawa kursi roda, dokter mengatakan bahwa akan membawa Aini untuk pemeriksaan terakhir. Aini dibawa ke ruang periksa mata, Aini dipakaikan kacamata khusus yang terhubung dengan mikroskop dokter. Kemudian Aini menjalani tes rabun mata dan fokus mata. Ia juga diminta melihat dan membaca tulisan-tulisan serta menebak gambar-gambar yang disajikan oleh dokter. Setelah itu, suster membawanya kembali ke kamar, ternyata disana sudah ada mama dan Fadhil. “ Ma, papa kemana ? ”, tanya Aini. “ Papamu sudah tidak

SAPA PEMBACA

Assalamualaikum, pembaca setia corat coret inspiratif :) Bagaimana kabar kalian di hari Jum'at yang penuh berkah ini ? Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari segala bahaya dan selalu berada didalam lindunganNya. Saya berterima kasih kepada kalian, pembaca yang setia mengunjungi dan membaca web ini. Semoga kalian terhibur dan tidak bosan untuk terus membaca kisah yang ada di web ini. Saya juga minta maaf karena setahun belakangan ini saya jarang update karena berbagai aktivitas di kampus, maklum mahasiswa :). Selain itu, penulis juga belum memiliki inspirasi untuk menulis, tetapi secepatnya akan dirilis kisah-kisah terbaru yang insya Allah semakin inspiratif. Pada kesempatan kali ini, saya membagi kisah yang saya buat yang sudah saya share di lapak sebelah, monggo jika kamu di add dan dijadikan bahan bacaan. Tetapi tenang saja, karena kisah itu saya share juga di web ini. Jadi, pantau terus web ini dan kritik saran kalian akan sangat membantu penulis untuk menghasilka

Memoar Braile - Chapter 5

CHAPTER 5 KELUARGA KECIL YANG DIRINDUKAN “ Aini? Sudah bangun, Sayang ”, tanya Sinta yang segera menghampiri Aini, membelainya dan mengecup keningnya. “ Mama? ”, kata Aini yang langsung memeluk Sinta. “ Oh, putriku. Syukurlah kamu kembali ke mama lagi ”, kata Sinta terharu. “ Ma, dia bukannya... ”, kata Aini menunjuk Bram. “ Iya, Aini. Dia papa kamu. Masa sudah lupa ”, kata Sinta seraya mempersilakan Bram. “ Anda? Kenapa Anda bisa ada disini? Bukannya Anda di Jogja? ”, kataku heran. “ Kamu kok sama papa sendiri kaku banget, sayang. Lagipula kenapa kamu bisa tahu kalau papa ke Jogja? ”, kata Sinta. “ Ah.. Nggak apa-apa kok, Ma ”, kata Aini menundukkan kepala. “ Aini, maafkan papa ya ”, kata Bram seraya mendekati Aini. Ketika Bram akan membelai Aini, ia menolak dengan memalingkan wajah darinya. “ Maaf, saya masih butuh waktu. Saya memang ingin Anda berbaikan dengan mama, tetapi maaf, jika Anda meminta saya kembali seperti dulu saya tidak bisa ”, jawab Aini kaku.

Memoar Braile - Chapter 4

CHAPTER 4 TAKDIR YANG MENYAKITKAN             Sinta berlari menuju kamar Aini dan dilihatnya seorang pemuda yang berdiri di depan pintu kamar Aini. Namun ia tak mempedulikannya dan segera masuk, disusul oleh Bram. Di dalam kamar, dokter masih menyuntikkan cairan ke dalam tubuh Aini yang tergolek lemah. Aini masih memejamkan matanya. Sinta yang panik, kemudian menghampiri dokter itu.             “ Bagaimana kondisi anak saya? Saya mendapatkan telepon dari suster, dok ”, tanya Sinta panik. “ Ibu tenang dulu, saya akan merawatnya sebentar, Suster tolong antarkan bapak dan ibu ini keluar dulu, ”, kata dokter seraya melanjutkan pengobatan. Suster mengiring mereka keluar, Sinta begitu panik. Aini kembali tak sadarkan diri, kenapa ini? Aini kenapa? Sinta begitu khawatir. Bram yang melilhat kondisi putrinya pun ikut tak kuasa menahan tangis, ia begitu menyesal tidak berusaha menemui Aini. Ia merasa tak berguna dan bersalah pada Aini. Fadhil yang berdiri di depan pintu tadi, mengham

Memoar Braile - Chapter 3

Gambar
CHAPTER 3 PERTEMUAN TAK TERDUGA Ketika Aini membuka mata, ia melihat ibunya duduk disebelahnya dan terus menggenggam tangan Aini. Aini merasa kasihan pada ibunya yang harus mondar-mandir dari Jakarta karena keteledorannya dalam menjaga kesehatan. Tanpa sadar Aini menangis, ia merasa menyesal telah merepotkan ibunya. “ Aini! Sudah bangun, sayang. Maaf ya, mama baru sempat nengokin Aini ”, kata Sinta membelai kepala Aini dengan lembut seraya mengecup keningnya. “ Maaf ya, Ma ”, kata Aini sesenggukan. “ Sudah, Aini tidak salah apa-apa. Yang penting Aini sudah baik-baik saja ”, kata Sinta menenangkan. “ Aku selalu merepotkan mama, aku gak pernah bahagiakan mama, aku selalu membuat mama khawatir ”, kata Aini “ Siapa bilang kalau kamu merepotkan dan gak pernah bahagiakan mama? Dengan kamu lahir di dunia ini merupakan kado terindah yang Allah berikan untuk mama. Kamu akan selalu jadi kebanggaan mama dan papa ”, kata Sinta. “ Papa? Tidak mungkin, ma! ”, kata Aini kes