Dia Telah Pergi

DIA TELAH PERGI


Pagi ini semua terasa berbeda awan kelabu menghiasi langit, burung-burung berterbangan, dan daun-daun berguguran, aku merasa semua bersedih saat dia pergi. Dia saudaraku satu-satunya, dia yang selalu memberi motivasi saat gelap, memberi harapaan saat runtuh. Dia orang yang berarti dalam hidupku, Helen. Saat ini semua orang berbaris rapi di pemakaman, mereka adalah orang-orang yang menyayangi Helen sama sepertiku. Tampak jelas wajah mereka basah oleh lelehan air mata. Tak ada kenangan yang kulupakan bersamanya.
            “ Len, ayo! Nanti kita terlambat “, teriakku dari bawah memanggil Helen.
            “ Ya
, Kak! tunggu sebentar “, sahut Helen sambil berlari menuruni tangga.
            Kami selalu berangkat sekolah bersama, kebetulan kami satu sekolah di SMA Gred’s One school itulah kami kakak dan adik yang kompak dan akrab. Setibanya di sekolah aku dan Helen masuk ke kelas. Aku masuk kelas IPA 3 sedangkan adikku Helen masuk  di kelas IPA 1. Helen pernah bercerita kepadaku bahwa dia memiliki sahabat yang sangat baik dan sangat memahami sikap Helen. Bahkan Aku pernah bertemu dengan mereka saat istirahat, mereka sangat dekat. Aku sangat bahagia melihat kedekatan mereka. Helen juga bercerita kepadaku bahwa saat ini dia tertarik pada seorang anak yang bernama Jasson,  Helen dan teman-temannya lebih mengenalnya dengan sebutan Jess. Jess termasuk ke dalam sahabat Helen. Aku dan Helen pernah berjanji bahwa kami tidak akan menutupi apapun dan akan selalu berbagi jika ada masalah. Bel berbunyi  jam pertama pun dimulai. Pelajaran kali ini adalah Biologi, guru kami Bu Fur tidak masuk, tetapi kami tetap diberi tugas yaitu menulis artikel tentang inseminasi buatan. Beberapa jam berlalu, tak terasa bel tanda pulang sudah berbunyi. Aku langsung berkemas dan pergi menjemput Helen di kelasnya. Setibanya aku disana, aku melihat dia bertengkar dengan Jess. Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, sekilas mereka terlihat sama hanya saja Jess lebih tinggi beberapa senti dari Helen. Tiba-tiba Helen berlari keluar kelas sambil menangis bahkan dia tidak menyadari aku sudah menjemputnya. Tanpa pikir panjang aku langsung menyusulnya, aku tahu Helen bukan tipikal anak yang kuat menghadapi masalah, aku takut dia berbuat nekat.
            “ Helen, berhenti ! “, teriakku. ( Sambil berlari dan sedikit terengah-engah )
            Lalu dia berhenti, aku tahu saat ini dia pasti membutuhkan bantuan dan aku selalu siap untuk membantunya.

            “ Len, Kamu kenapa? “, tanyaku ( memegang pundak Helen dengan kedua tangan )
           
            “ A..ak..aku “, jawab Helen terbata-bata.

            “ Kamu harus cerita sama kakak, apa yang sebenarnya terjadi. Kalau kamu tidak mau cerita disini, kita cari tempat yang nyaman agar kamu bisa bercerita dengan tenang “

            “ Baik, kak! “

            Lalu Helen menarik tanganku dan mengajakku ke taman yang ada di belakang sekolah, taman disana memang sangat bagus karena menggunakan arsitektur Eropa kuno dengan berhiaskan patung dewa-dewa Yunani dan di tengah taman tersebut ada sebuah kolam yang dikelilingi tanaman bunga mawar. Sungguh tempat yang pas untuk meluapkan segala masalah dan sebagai tempat perenungan. Setibanya disana, Helen mengajakku duduk di sebuah bangku panjang yang terlihat sangat klasik. Bangkunya terletak di bawah pohon dan langsung menghadap kolam.
            “ Sekarang Kamu cerita, apa yang sebenarnya terjadi? “, pintaku.

            “ Aku sendiri sebenarnya tidak tahu pasti apa masalahnya. Tiba-tiba Jess berkata kepadaku bahwa dia tidak mau berteman lagi denganku, dia merasa aku mempermainkan perasaannya. Aku sangat terkejut mendengarnya, aku bertanya apa alasannya tetapi dia diam seribu bahasa. Aku tidak tahu, sekarang aku harus melakukan apa. Dia bahkan tidak menjelaskan apa masalahnya “, cerita Helen.

            “ Kemarin, Kamu melakukan kesalahan tidak ? “, Tanyaku.

            “ Hah! Aku tidak melakukan apa-apa. Bahkan aku tidak berbicara sepatah kata pun kepadanya “

            “ Kenapa kamu tidak mengajaknya bicara ? ”

            “ Aku perlu waktu, Kak! Coba kakak pikir, bagaimana perasaan kakak saat dihadapkan kenyataan pahit bahwa orang yang kakak cintai tidak mencintai kakak  dan dia justru mencintai orang lain “, Jawabnya sambil menahan emosi.

            “ Masa hanya karena persoalan ini kalian bertengkar ? “

            “ Kak! ini tidak semudah membalikkan tangan, aku hanya perlu untuk mempersiapkan hatiku jika sewaktu-waktu hal yang paling tak kuinginkan terjadi. Tapi dia tidak pernah mau mengerti, coba kakak pahami itu. Kakak sendiri tahu bahwa Jess  maunya dimengerti “.

            Tiba-tiba air matanya jatuh lagi, aku langsung memeluknya. Aku tahu dia berusaha untuk menahan agar air matanya tidak jatuh, tapi dia gagal, air matanya sudah jatuh mengalir melewati pipinya.

            “ A..aku harus bagaimana,kak? aku tidak mau dia membenciku, aku mau dia tetap menjadi sahabatku. Aku tak ingin kehilangannya, kak “

            “ Maaf, sayang! Untuk masalah ini kakak tidak bisa membantumu. Ini termasuk urusan pribadi antara kau dan Jess “

            “ Kakak bilang sama aku bahwa kita harus selalu berbagi jika memiliki masalah, sekarang saat aku memiliki masalah kakak sama sekali tidak membantuku. Aku kecewa sama kakak, kakak jahat “, kata Helen sambil berlari meninggalkanku.

            “ Len! Tunggu, aku tidak bermaksud sperti itu, Len! “, teriakku.

            Aku sangat sedih sekali mengingat perkataan Helen barusan, jujur tak pernah aku bermaksud untuk menyakitinya. Hanya saja masalah ini memang sangat pribadi, aku tak bisa ikut campur didalamnya. Tiba-tiba dadaku sesak, jantungku berdetak sangat kencang. Sekarang aku seolah dihadapkan dua pilihan, disatu sisi aku harus membantunya disisi lain aku tak bisa. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Setelah beberapa saat aku pulang, aku langsung menuju kamar Helen. Disana dia duduk di meja belajarnya, aku langsung menghampirinya.

            “ Len! Maafkan Kakak, Kakak tidak bermaksud begitu. Kakak ingin sekali membantumu, tetapi kakak tidak bisa. Kamu mengerti? Kakak berjanji akan mencari cara agar kamu dapat berteman lagi dengannya “, Tuturku.
            “ Ya,Kak! Maafkan Helen juga karena tadi Helen mengucapkan kata yang pastinya menyinggung perasaan Kakak “

                                                            ***

            Tlirrrt...... Tlirt.......

            “ Halo, saya Daniel, Debbie ada? “

            “ Oh, Kak Debbie, ada. Tunggu sebentar, kak! “

            Tiba-tiba Helen memanggilku dan berkata ada seseorang yang meneleponku. Lalu aku menjawab telepon tersebut.

            “ Ini aku, Debbie. Ini siapa? “

            “ Ini aku, Daniel. Aku cuma mau menanyakan tentang rencana kita untuk melakukan penelitian mengenai tumbuhan ganggang “

            “ Ya ampun, hampir saja lupa. Ya sudah kalau begitu, kita langsung bertemu di laboratorium sekolah. Aku akan segera kesana “

            “ Baiklah, aku tunggu. Ya sudah kalau begitu “

            “ Ok! “

            Trrek.....

            Aku langsung bersiap-siap dan berangkat ke laboratorium sekolah, tetapi sebelumnya aku sudah berpesan kepada Helen agar dia memberitahukan Mama dan Papa kalau aku ada tugas dan pulang malam.

            Jam sudah menunjuk pukul sepuluh malam, untungnya aku sudah tiba di rumah. Tanpa basa-basi aku langsung masuk ke kamar dan mengerjakan tugas serta mempersiapkan buku untuk hari esok. Keesokannya aku dan Helen berangkat ke sekolah, di tengah jalan kami melihat seorang tua renta sedang mengadahkan tangan dengan wajah memelas dia meminta uang untuk sesuap nasi kepada orang-orang yang sedang lalu lalang disekitarnya. Aku dan Helen merasa sangat iba dengan orang tersebut lalu kami memutuskan untuk memberi setengah dari uang saku kami kepadanya. Setibanya di sekolah aku dan Helen berpisah, aku masuk di kelas Bahasa Inggris 3 sedangkan Helen di kelas IPS 1. Waktu terus berputar sampai akhirnya bel tanda pulang berbunyi. Aku sangat senang karena besuk kami libur, jadi aku bisa memanfaatkan liburan kali ini untuk mengajak Helen mengunjungi nenek kami. Kemudian aku menjemput Helen di kelasnya, aku melihatnya sedang berbicara dengan sahabatnya, Rika. Lalu aku memberi isyarat kepada Helen bahwa aku akan menunggunya di taman depan sekolah. Beberapa menit kemudian Helen datang dan menghampiriku.

            “ Yuk, Kak! Kita pulang “. Ajak Helen

            Lalu aku pulang bersamanya, selama di perjalanan aku melihat Helen sangat berbeda dari biasanya. Dia seperti sedang bersedih dan ingin sekali meluapkan kesedihannya tetapi dia menahannya. Entah mengapa aku merasa ini masih ada hubungannya dengan Jess.

            “ Len, kamu baik-baik saja kan ? “. Tanyaku

            Dia tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya memandangku dengan tatapan yang tidak sanggup ku lukiskan dengan kata-kata. Sungguh saat ini aku merasa sebagai kakak yang tidak berguna, aku tidak bisa membuat adikku bahagia. Setibanya di rumah, Helen langsung menuju ke kamar dan dia menguncinya. Niatku untuk mengajaknya ke rumah nenek aku urungkan karena melihat kondisinya. Setelah itu hari-hari berlalu tanpa senyuman itu. Helen yang selama ini dikenal sebagai anak yang ramah dan murah senyum sekarang bagai ditelan bumi. Senyuman itu hilang dari wajahnya, akhir-akhir ini dia selalu murung dan menangis secara tiba-tiba. Aku sangat khawatir melihat kondisinya, Helen sudah sangat susah dikendalikan seperti orang yang kehilangan akal. Lalu aku, mama, dan papa membawanya ke psikiater. Dan benar, Helen divonis mengalami depresi walaupun masih stadium ringan. Aku dan keluargaku sangat terkejut mendengarnya, tak pernah dalam benakku terlintas adikku akan menjadi seperti ini.
           
            Aku langsung berlari menghampiri Helen yang ada di luar bersama suster. Aku duduk disampingnya dan aku langsung memeluknya. Aku tak tahu sekarang harus berbuat apa, sekarang aku benar-benar merasa tidak berguna. Aku sudah gagal untuk menjaga dan membahagiakan adikku.

            “ Len, Kamu kenapa jadi seperti ini ? Kakak tidak tega melihatmu saat ini. Kamu harus bisa bangkit, jangan seperti ini terpuruk dalam kegelapan. Maafkan Kakak karena tidak bisa membantumu menyelesaikan masalahmu. Maafkan kakak“. Tuturku

            Dia hanya diam dan berbicara sendiri, tidak ada dari kami yang mengerti apa yang diucapkan oleh Helen. Mama langsung memeluknya, dia menangis tersedu-sedu. Aku sangat mengerti perasaannya, tidak ada orang tua manapun yang ingin melihat anaknya sakit. Mama dan papa memutuskan agar Helen tetap dirawat di tempat ini, awalnya aku menolak karena itu sangat keterlaluan. Aku yakin Helen masih baik-baik saja walaupun sedikit depresi, aku merasa sanggup merawatnya dan menjaganya. Lalu mama dan papa memberiku pengertian tentang semua ini, jujur aku sangat tidak ingin berpisah dari Helen. Lalu kami berpamitan kepada Helen.

            “ Helen, kakak pulang dulu ya. Tapi kakak janji akan sering mengunjungimu. Kamu jangan nakal disini, Kakak sayang kamu “. Pamitku

            Selepas pulang sekolah pada keesokan harinya, aku langsung mengunjungi Helen. Aku melihatnya membawa sepucuk surat yang sudah dibungkus rapi dan dimasukkan ke dalam amplop.

            “ Len, bagaimana kondisimu saat ini ? “

            Dia tetap diam dan tidak berkata apa-apa. Aku langsung berlari meninggalkan Helen dan pergi ke rumah Jess, aku benar-benar tidak sanggup  melihat kondisinya yang seperti itu. Setibanya di rumah Jess, aku melihatnya sedang duduk di terasnya dan memanggilnya lalu mengajaknya bicara.

            “ Jess, kenapa kamu melakukan semua ini kepada helen? Apa salahnya? “, tanyaku

            “ Kamu tahu, Kak! aku benci dia, dia tidak pernah menganggapku sebagai sahabat, dia hanya berteman denganku untuk kepentingan pribadinya. Lagi pula dia selalu menjauh dariku akhir-akhir ini. Aku tidak terima akan semua itu, kak “, Jawab Jess.

            “ Jangan membuat kesimpulan tanpa ada bukti yang jelas, Jess. Aku tahu dia tidak mungkin melakukan semua itu. Aku sangat mengenalnya, mungkin dia pernah melakukan kesalahan tapi aku mohon maafkan dia. Aku mohon Jess, lupakan semua masalah itu “

            “ Kak, aku mohon biarkan aku sendiri, beri aku waktu “

            “ Baik, kalau itu maumu. Asal tahu saja, sekarang Helen sakit, dia mengalami depresi. Aku tahu ini semua masih berhubungan dengan masalah kalian. Ya sudah kalau begitu aku pamit “. Tuturku sambil meninggalkannya pergi.

            “ Tunggu kak! Aku ingin menemui Helen, kakak mau menemaniku ? “. Kata Jess tiba-tiba mengejarku.

            Lalu aku dan Jess pergi menemui Helen dan aku meninggalkan Helen dan Jess berdua. Aku mengerti mereka perlu ruang untuk menyelesaikan masalah mereka. Tak berapa lama kemudian Jess keluar dan dia menghampiriku.

            “ Sekarang bicaralah dengannya dan ajak dia pulang, dia pasti sangat senang “. Kata Jess

            Mendengar perkataanya aku langsung menghampiri Helen, dan aku melihatnya tersenyum walaupun masih tampak guratan kesedihannya.

            “ Len, Kamu sudah baikan? “

            “ Iya, aku sudah baikan. Kak, aku ingin pulang “

            “ Iya, sekarang kita pulang asal kamu janji kamu tidak boleh seperti ini lagi. Kakak khawatir sekali melihatmu seperti ini “

            Lalu kami pulang bertiga, ketika di perempatan jalan kami mengalami kecelakaan. Dan Helen pun akhirnya benar-benar meninggalkan kami semua.

            Sekarang aku tenang, dia tersenyum dibalik selimut tanah rerumputan yang dipenuhi bunga-bunga dan berhiaskan batu nisan yang cantik. Kecelakaan itu membuatku kehilangan sosok yang berarti dalam hidupku. Aku berjanji akan meneruskan segala hal yang menjadi keinginan Helen, yaitu menjadi seorang dokter spesialis jantung.







Created By: Febrina Rachmawati ( 9A ) - 11

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Curahan Hati MatCin ( Matematika Cinta )

CERBER - AKU INGIN BERMAIN SEKALI LAGI ( one more chance ) - Chapter 3 Wanita Lain