Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2016

CERBER - AKU INGIN BERMAIN SEKALI LAGI ( one more chance ) - Chapter 11 Keputusanku

Gambar
CHAPTER 11 KEPUTUSANKU         Begitu aku bangun, aku berada di kamar yang tidak terasa asing bagiku, tercium aroma etanol, sudah kutebak ini pasti di rumah sakit. Aku bangun dan melihat sekeliling namun tidak ada siapapun. Kepalaku masih terasa sakit, aku turun dari tempat tidur dan berjalan perlahan. Aku ingin menghubungi Kak Dido dan Rani, mereka pasti masih menungguku di mall. Ketika aku mendekati pintu, kenangan itu, suara itu kembali lagi. Aku memegang kepalaku yang terus berputar. Sakit! Tolong! Sakit sekali! Ya Allah, sakit! Aku merintih kesakitan. Aku tak kuasa berdiri, badanku semakin roboh. Aku duduk berlutut, aku menahan diriku untuk tidak pingsan lagi. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap sadar. Aku menangis, aku tak kuat lagi menahan sakitnya kepalaku. “ Sofia! ”, pekik papa ketika membuka pintu. “ Uh... hik.. Uh! Sakit! Sakit! Tolong! ”, rintihku.

Puisi - Kisah SANG LAKON

Gambar
KISAH SANG LAKON By : Febrina Rachmawati   Waktu... Berputar dan terus berputar Tanpa terasa, untaian demi untaian detik Mengalun bersama hembusan angin Khilaf, memberi rasa sesal Bagaimana bisa melewati sang waktu tanpa manfaat?

Puisi - KESUNYIAN

Gambar
KESUNYIAN Oleh : Febrina Rachmawati Malam semakin larut Aku seorang berada disini Tanpa siapapun yang menemani Hanya terdengar suara jangkrik Diiringi kibasan udara malam Menyelimuti relung hatiku yang membeku Bulan dan bintang-bintang bersinar Mengusir kegelapan di malamku Namun, kegelapan itu masih merangkulku Ia enggan pergi dari diriku

CERBER - AKU INGIN BERMAIN SEKALI LAGI ( one more chance ) - Chapter 10 Pengakuan

Gambar
CHAPTER 10 PENGAKUAN      Kak Dido benar-benar tidak bisa menghilangkan bayangan Rani dalam benaknya, ia menjadi tidak fokus kuliah dan belajar. Apapun yang dilihatnya selalu dihubung-hubungkan dengan Rani. Ia merasa seperti anak SMA yang baru bertemu dengan cinta pertama. Tiba-tiba tersenyum, terkadang merasa galau. Jika Rani berkunjung ke rumahnya untuk menjeengukku, Kak Dido merasa begitu bahagia. Jika ada kesempatan, ia bahkan menguntit kegiatanku bersama Rani. Kak Dido menyadari bahwa apa yang dilakukannya telah keliru. Tidak sepatutnya ia menguping dan mengintip kegiatan adiknya dengan Rani. Kak Dido berusaha memantapkan hati. Berhari-hari ia terus berpikir tentang semua ini. Ia tidak ingin perasaannya mengganggu hidupnya. Ketika Kak Dido sudah memiliki timing yang tepat untuk menyatakan cintanya, ia selalu mengurungkan niatnya. Ia takut, takut untuk mendengar jawaban Rani. Ia takut belum siap jika hasilnya tidak sesuai harapannya.

CERBER - AKU INGIN BERMAIN SEKALI LAGI ( one more chance ) - Chapter 9 Putri Tidur yang Terbangun

Gambar
CHAPTER 9 PUTRI TIDUR YANG TERBANGUN   Saat itu, Abi telah tertidur, ia terlalu lelah karena kemarin ia lembur untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Ia memang berniat menyelesaikan semua laporan praktikum metode numeriknya kemarin agar hari ini bisa menjaga Sofia seharian. Tanpa disadarinya, Tangan Sofia bergerak pelan namun ia belum membuka mata. Setelah itu, terdengar suara pintu yang terbuka, Rani dan Kak Dido masuk ke dalam ruangan itu setelah sarapan. Melihat Abi yang tertidur, Kak Dido dan Rani hanya bisa tersenyum. “ Mereka serasi sekali ya, Rani ”, celetuk Kak Dido.

CERBER - AKU INGIN BERMAIN SEKALI LAGI ( one more chance ) - Chapter 8 Hari Besar

Gambar
CHAPTER 8 HARI BESAR      30 Januari – Pagi ini aku akan melakukan operasi pengangkatan benjolan di kepalaku. Mulai kemarin malam, aku sudah berpuasa. Keluargaku dan sahabatku mengiringiku ke ruang operasi. Mereka menguatkan diriku dan menyuruhku untuk tegar. Mereka berharap aku kembali kepada mereka dengan selamat. Mama, papa, eyang uti, dan Kak Dido bergantian mencium keningku. Ran memelukku dengan sesekali sesenggukan. Aku tahu ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menangis. Aku membelai kepalanya dengan lembut. Kemudian Abi menggenggam tanganku dan memelukku. Aku pun menepuk punggungnya dan membelai kepalanya. Kemudian aku masuk ke dalam ruang operasi. Aku hanya melihat sebuah ruangan yang agak gelap. Penuh dengan warna hijau, mulai dari pakaian suster dan dokter, higga pakaianku sendiri. Setelah itu, suster memberiku obat bius. Dokter Hendra melihatku, ia memintaku untuk berhitung sebanyak mungkin sampai aku tertidur. Dokter memintaku untuk terus berd