Sang Penjelajah Waktu
SANG PENJELAJAH WAKTU “Selamat pagi, Liana”, kata Dian menyibak gorden yang menutupi cahaya. Hanya keheningan yang menjawab sapaan Dian, “ Liana, kita makan yuk, barusan suster Sharon membawakan sarapan untukmu “, menghampiri seseorang yang sedang duduk termenung di kasur. Pandangannya begitu kosong, rambutnya yang panjang, terurai kusut. “ Li, aku sisir rambut kamu ya, biar rapi. Nanti tambah cantik “, Kata Dian sambil mengambil sisir di dalam laci. “ Li, kamu mau liburan gak? Kita liburan yuk, masalah tempat aku ikut kamu deh. Kamu mau kemana? Kita pergi ke tempat yang kamu ingin kunjungi, deh. “ ( sambil tersenyum ). Namun, tetap saja keheningan lah yang menjawabnya. “ Li, makan yuk, kamu belum sarapan “ ( sambil mengambil semangkuk bubur di atas laci ). Dian menyuapi Liana, namun Liana tidak merespon. Liana hanya diam, tidak ada ekspresi tidak ada suara. Ruangan itu diselimuti keheningan sesaat, begitu sepi, hanya suara angin yang masuk lewat sela-sela jendel