CEPSI ( Cerita Pendek Puisi )
“ Hei, kamu siapa? “, tanyaku.
Orang itu tiba-tiba menghampiriku saat aku memejamkan
mata.
“ Kenapa kamu diam saja? Apakah kau kemari karena ingin
bertemu denganku?, tanyaku.
Orang itu mengangguk.
“ Apakah kau kenalanku? Aku mungkin secara tak sengaja
melupakanmu atau mungkin ini pertama kalinya kita bertemu, tetapi mengapa
rasanya begitu dekat “.
Orang itu diam saja. Aneh. Entah dari mana datangnya
keberanian dan rasa percaya itu. Hatiku menyuruhku untuk mengungkap rahasia
kecil yang kusimpan dengan rapat di loker hati dan ingatanku. Aku memintanya
mendekat, namun ia tetap berdiri beberapa meter dihadapanku. Aku tidak bisa
melihatnya dengan jelas, hanya cahaya putih yang terasa begitu hangat.
Aku akan bercerita sedikit tentang rahasiaku
Tapi berjanjilah kau takkan katakan pada siapapun
Apalagi kepada mereka
Sebenarnya, Aku sudah jarang bertemu dengan orang secara langsung.
Lebih tepatnya aku menarik diri dari keramaian
Aku bahkan terkejut kau tiba-tiba datang.
Entah mengapa rasanya aneh saat aku melihatmu.
Untuk menyapamu saja, butuh tenaga ekstra
Namun, bisakah aku berbagi sedikit rahasiaku padamu?
Aku terlalu takut
Memori-memori masa lalu itu terus menggerayangi pikiranku
“ Hei, gendut “
“ Gembrot, kayak balon udara “
“ Kalau makan mi pasti dua porsi “
“ Kamu diet dong, biar kayak saudaramu gini lo, cantik. Ga pengen
keliatan cantik ta? “
“ Kalau kamu kayak gini terus, saya kasihan sama kamu nya, belum
nikah uda kayak ibu-ibu“
“ Belum nikah dan belum kerja uda sebesar ini “
“ Bisanya cuma makan dan tidur “
Bahkan aku ingat betul sampai detik ini pun ‘pujian’ itu tidak
hanya berupa kata-kata.
Misalnya, saat aku duduk, tiba-tiba mereka bereaksi seakan bumi
kejatuhan meteor.
Atau saat aku berjalan melewati mereka, mereka berteriak, “ awas,
bus lewat “
Tidak satu dua orang yang memberiku ‘PUJIAN ‘ seperti itu
Bahkan orang-orang yang mengaku keluarga tetapi tak lebih dari
parasit bagiku
Berkedok peduli tapi menyakiti
Bersimpati tetapi hanya sekadar rasa ingin tahu
Atau jangan-jangan, kau bahagia karena kau tidak seperti diriku
yang kudik ini?
Oke, kamu bisa bilang aku Baperan.
Fine.
Tapi tidakkah mereka pikir bahwa mereka hanya ikut campur?
I know they are my ‘family’? My ‘friend’? My shit.
Tetapi aku bahkan tidak pernah mencampuri urusannya
Aku juga tidak peduli setiap kegiatannya atau apapun yang
berhubungan dengannya
Tapi dengan seenaknya, mereka menembus batas itu.
Seakan mereka yang paling benar
Menjadi yang paling baik
WOW! That’s really fuck amazing
Aku terus mencari apa yang bisa kubanggakan dibalik ‘pujian’ mereka
Aku berusaha mencari ‘keunikanku’ sehingga orang dapat melihatku
selain dari bungkusnya
Aku sendiri sering tersungkur bahkan terjerembab selama pencarian
itu
Aku berusaha meminta tolong pada mereka yang mengaku keluarga,
sahabat, atau temanku.
But?
Semua itu hanya ada di dalam kisah dongeng sebelum tidur
Di kegelapan, kedinginan, dan kesakitan itu, I am alone.
Really alone.
I don’t know who is my friend, my truly friend, even my family.
Are you really my sister?
Am I your daughter? Why you always blame me and more listen them?
“ Yeah, of course. It is your fault. Now, you have to face the
music “
Sampai suatu ketika aku lupa caranya tersenyum
Setiap makanan yang kumakan selalu keluar tanpa scenario
Terbangun di hampir tiap harinya
Karena saat aku akan memejamkan mata, memori-memori itu menari-nari
dipikiranku.
Dadaku berdebar hebat, sesak seperti tercekik
Aku mulai sulit mengendalikan ritme pernafasanku sendiri.
Namun,
Air mata yang jatuh karena mengingat itu lagi,
Menjadi anastesi terbaik yang bisa kuberikan untuk diriku sendiri
Kini, aku hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada mereka
Berkat ‘pujian’ yang mereka lontarkan itu, aku memiliki
kenangan-kenangan ‘indah’
Kenangan itu selalu muncul bahkan saat aku benar-benar menikmati
apa itu bahagia.
Itulah rahasiaku yang selama ini kututup rapat
Aku selalu berusaha tersenyum di depan mereka
Namun ‘pujian’ itu semakin menjadi-jadi dan tak berkesudahan
Aku memutuskan untuk memproteksi diriku sendiri.
Lebih baik, aku disini. Di ruang batasku sendiri tanpa siapapun.
Oh tidak! Maafkan aku, bagaimana mungkin aku melupakanmu.
Bukankah aku membagikan rahasiaku ini denganmu?
Bisakah kau berjanji untuk tidak memberitahukannya pada siapapun?
Atau kau sama saja seperti mereka?
Kemudian orang itu mengangkat tanganya dan
menggerakkannya seakan-akan melambai kepadaku. Lalu aku terbangun. Aku mengusap
mataku yang basah karena air mata. Tiba-tiba aku terasa tercekik. Dadaku
berdebar kencang. Rasanya sesak sekali
Komentar