Memoar Braile - Chapter 5

CHAPTER 5
KELUARGA KECIL YANG DIRINDUKAN
“ Aini? Sudah bangun, Sayang ”, tanya Sinta yang segera menghampiri Aini, membelainya dan mengecup keningnya.
“ Mama? ”, kata Aini yang langsung memeluk Sinta.
“ Oh, putriku. Syukurlah kamu kembali ke mama lagi ”, kata Sinta terharu.
“ Ma, dia bukannya... ”, kata Aini menunjuk Bram.
“ Iya, Aini. Dia papa kamu. Masa sudah lupa ”, kata Sinta seraya mempersilakan Bram.
“ Anda? Kenapa Anda bisa ada disini? Bukannya Anda di Jogja? ”, kataku heran.
“ Kamu kok sama papa sendiri kaku banget, sayang. Lagipula kenapa kamu bisa tahu kalau papa ke Jogja? ”, kata Sinta.
“ Ah.. Nggak apa-apa kok, Ma ”, kata Aini menundukkan kepala.
“ Aini, maafkan papa ya ”, kata Bram seraya mendekati Aini. Ketika Bram akan membelai Aini, ia menolak dengan memalingkan wajah darinya.
“ Maaf, saya masih butuh waktu. Saya memang ingin Anda berbaikan dengan mama, tetapi maaf, jika Anda meminta saya kembali seperti dulu saya tidak bisa ”, jawab Aini kaku.
“ Aini! Dia masih papa kamu, Ai! ”, kata mama memperingatkan.
“ Tidak apa-apa, Sinta. Saya paham betul, memang semua ini kesalahan saya, tetapi papa benar-benar merindukan Aini ”, kata Bram.
“ Ma, aku ingin bicara dengan Fadhil dulu, boleh? ”, pinta Aini.
“ Tentu sayang, tentu saja, kalau ada apa-apa mama ada di depan ”, kata mama.
“ Terima kasih, Ma ”, kata Aini. Kemudian Sinta mengecup kening Aini dan mengajak Bram keluar.
@@@

“ Fadhil, maaf ya, sudah buat kamu khawatir ”, kata Aini.
“ Tidak apa-apa, Ai! Justru aku yang minta maaf, harusnya dengan kondisimu seperti ini aku tidak menceritakan masalahku ”, kata Fadhil seraya duduk di sebelah Aini.
“ Aku malah senang kamu mau berbagi masalah kepadaku. Hanya saja, setelah mendengar kisahmu, aku begitu takut. Aku takut kehilangan orang yang kusayangi ”, kata Aini tiba-tiba.
“ Benarkah itu, Aini? Benarkah kau menyayangiku ? ”, kata Fadhil senang.
“ Aku menyayangimu karena Allah, Fadhil. Kamu adalah pria yang berhasil merebut hatiku ”, kata Aini tersenyum.
“ Aku bahagia mendengarmu berbicara demikian, Aini. Sesungguhnya akupun telah jatuh cinta padamu sejak pertama kita bertemu, dan sampai saat ini perasaan itu terus tumbuh bermekaran. Aku terlalu takut untuk memandangimu, aku tak ingin memilih jalan cinta yang salah, yang tidak diridhai Allah. Di setiap doaku, aku meminta kepada Allah untuk menjaga perasaan ini. kamu adalah gadis teristimewa dalam hidupku, Sashikirana Aini. ”, kata Fadhil.
Mereka berdua pun tersenyum.
“ Jika aku masih memiliki kesempatan, setelah aku lulus kuliah, aku akan menemui kedua orang tuamu secara resmi untuk meminangmu ”, kata Fadhil.
“ Semoga Allah menjodohkan kita berdua ”, kata Aini penuh harap.
Tak beberapa lama terdengar suara ketukan pintu, ternyata itu adalah dokter Krisna. Dokter yang merawat Aini saat ini. beliau masuk diikuti kedua orang tua Aini. Dokter menanyakan kondisinya dan memeriksa kedua bola matanya. Dokter juga memegang tangan Aini seperti sedang mengecek nadinya.
Setelah itu, Dokter mengatakan bahwa besok hasil pemeriksaan sudah keluar, dan meminta kedua orang untuk datang, karena dokter akan mendiskusikan masalah ini dengan Aini juga. Setelah itu, dokter pamit pulang, disusul Fadhil. Sebelum ia pergi, Fadhil melambaikan tangan pada Aini dan mengucapkan salam. Kemudian ia bersalaman dengan orang tua Aini.
“ Kamu beruntung ya, bertemu pemuda tampan seperti nak Fadhil ”, puji Sinta.
“ Apaan sih, ma ”, kata Aini kesal.
“ Sinta, Aini, Papa pamit ya, karena sudah malam. Tetapi papa janji besok pagi papa akan menengokmu lagi. Istirahat ya, sayang ”, kata Bram seraya mendekati Aini, namun ia masih enggan menerimanya.
Sinta mengantar Bram keluar dari kamar Aini,
“ Maafkan Aini, ya Bram. Dia masih kurang sehat, jadi agak sensitif. Tetapi percayalah, nanti dengan berjalannya waktu, aku yakin dia bisa dekat lagi denganmu ”, kata Sinta menenangkan Bram. Bram pun tersenyum kepada Sinta, begitu pun sebaliknya.
Melihat hal tersebut,  perasaan Aini begitu campur aduk. Disatu sisi, ia bahagia, bisa melihat mamanya tersenyum lagi seperti dulu. Tetapi, ia masih tidak siap menerima dia yang sudah memiliki keluarga baru. Ia tidak siap dengan kondisi punya kerabat baru yang tiba-tiba mengusik hidupnya. Setelah Bram pergi, Sinta mengajak Aini berbicara. Sinta bercerita tentang kegiatan-kegiatannya selama di Jakarta dan menyampaikan salam untuknya dari teman-teman SMA Aini.
“ Aini, mama tahu kamu masih belum bisa memaafkan papa, mama pun sedang berusaha. Tetapi dia tetaplah papa kandung Aini. Aini harus mematuhi dan menghormatinya, Aini bukan anak durhaka kan? Jika Aini bisa mengikhlaskan apa yang sudah terjadi, Insya Allah Aini akan mendapat kebahagiaan yang lebih dari ini ”, kata mama yang berbaring disebelahku seraya membelai lembut kepala Aini.
“ Aini tahu tidak, memaafkan orang lain sebenarnya bukan hanya demi kebaikan. Namun, dengan memaafkan orang lain hati kita yang terluka akan lebih mengering dan jika kita mampu mengikhlaskan maka luka itu akan tertutup ”, lanjutnya.
“ Ma, aku ingin bercerita sesuatu padamu ”, kata Aini pelan.
“ Cerita apa, sayang  ? ”, tanya Sinta.
“ Alasan mengapa aku memutuskan kuliah di Surabaya ”, kata Aini.
“ kenapa ? “, tanya mama heran.
“ Aku memang berniat mencari papa dari awal. Setiap tiga perempat malam aku selalu mendengar doa-doa mama yang senantiasa dipanjatkan untuk kebahagiaanku dan papa. Awalnya aku sedih dan marah, mengapa mama harus melakukan hal itu. Namun, aku menyadari bahwa mama tidak pernah melupakan rasa cinta mama ke papa. Mama masih menyayanginya, karena itulah aku ingin mempertemukan mama dan papa sehingga kalian bisa menyelesaikan masalah kalian dan kembali ”, papar Aini.
“ Oh, Aini! Mama tidak menyangka kamu akan berbuat demikian, mama sudah mengikhlaskan papa, Nak. Hanya saja, mama tidak bisa membohongi hati kecil mama. Setiap kali mama menolak rasa itu, rasa itu terus datang dan terus datang hingga akhirnya terpendam. Maafkan mama, sayang. Maafkan mama sudah membuatmu sedih dan khawatir ”, ucap mama seraya mengecup keningku.
“Tidak apa-apa, Ma. Besok aku akan bicara pada papa. Aku akan memulai hubungan baru dengannya ”, janji Aini.

“ Nah, sekarang kamu tidur, kamu harus istirahat. Mama akan disini sampai Aini tidur ”. kata mama seraya bangun dan menyelimuti tubuh Aini dengan selimut.

Semoga bermanfaat,
Silakan Beri Komentar Anda :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Curahan Hati MatCin ( Matematika Cinta )

CERBER - AKU INGIN BERMAIN SEKALI LAGI ( one more chance ) - Chapter 3 Wanita Lain